BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Wednesday, June 8, 2016

Kamu Tanya : Kok Mau Jadi Perawat?


             Kamu tanya : Kok mau jadi perawat?
Gak mahasiswa, gak pegawai, sama aja capeknya. Iya kan?
 Syukur-syukur mahasiswa keperawatan yang tugasnya cuman laporan resume. Gimana kalau dari laporan pendahuluan askep. Tinjauannya dari definisi teori, anatomi fisiologi, dan gak bakal mahasiswa keperawatan pungkirin tentang kemahadewaan “Pathway” !!! ===> Serangkaian tanda panah yang disusun bahkan sampai sehalaman besar kertas polio bergaris. Kelihatannya bisa ditulis dalam sejam (kalau Cuma nyalin). Tetapi kenyataannya ngerjainnya hampir 24 jam x 3. Ditambah lagi kesalahan terbesar saat implementasi dan evaluasi selama 3 hari ditumpuk dan ditulis dalam sistem kebut semalam (itu jempol bisa bertunas 5).

Nyesal masuk Jurusan Keperawatan?
        “Kenapa gak ngambil jurusan sosial aja? Seandainya ngambil tata boga… Seandainya ngambil  jurusan eksakta…”, dan seandainya seandainya lain yang akan didengarkan dari ucapan mahasiswa keperawatan itu sendiri.
Syndrom keputusasaan ini dominan ditemukan di semester-semester awal. Kalau bukan alasan tugasnya yang dikerjain sampai subuh, buku-buku tebalnya yang mesti dibaca, tempaan mentalnya, sampai ada juga yang belum mengerti posisinya di pelayanan tugas rumah sakit.


(Lalu Sebaliknya) Aku Tanya : Kenapa Gak Masuk Keperawatan?
            Coba hitung berapa profesi yang rela memakai waktu tidurnya untuk melayani ?
Shift pagi, siang, malam. Shift pagi ada 7 jam. Shift siang ada 7 jam. Shift malam ada 10 jam. Apa yang lebih baik dilakukan di dunia ini selain berkorban dan menjadi berkat bagi orang lain? Bayangin 24 jam itu kamu ada dihitungan sejarah kehidupan seorang yang bertahan hidup…
Sementara orang-orang terlelap dalam mimpinya, profesimu malah bolak-balik kamar untuk memantau keadaan pasien. Bagaimana mau mengantuk kalau suntikan obatnya ada yang jam 2, 4, dan 6? Atau bagaimana mungkin dapat tidur nyenyak saat tekanan darah dan nadi mulai perlahan turun di layar monitor. Apalagi kalau RJP (resusitasi jantung paru) di tengah malam buta. Dijamin olahraga itu bikin terkagum-kagum di malam nan sunyi senyap.
Apalagi yang akan disesali? Gajinya yang gak bisa dipakai beli mobil? Coba pikirkan sebahagia apa bisa membantu orang yang benar-benar membutuhkan tanpa ada pamrih? (Yah,,, lupakanlah dulu tentang dana-dana tambahan yang menyucur dengan keahlian masing-masing perawat buka klinik atau semacamnya) Setidaknya materi bukanlah penuntut kita berlelah-lelah ria di rumah sakit. Bukankah ada panggilan moral? Iya kan? Karena sejak awal kita telah dipanggil menjadi garam dan terang. Pelayananmu, hidupmu. Hidupmu pengaruhmu bagi mereka.

(Masih sebaliknya) Gak Nyesal Masuk Keperawatan
         Gak munafik ya,,, saya juga di semester awal akademik (sarjana & ners ) kerjanya kalau bukan ngeluh yah kerja tugas, kalau bukan ngeluh yah stress, kalau bukan stress yah makan hahaha.  Yah sambil ngeluh tugasnya jalan juga, daripada ngeluh terus (pikirin orang tua capek nyari uang).
        Di semester awal mahasiswa bakal disodorin berbagai macam teori tentang penyakit. Kalau benar-benar diserap yakin bisa jawab deh pertanyaan setiap orang-orang disekitar yang nanya ini gejala penyakit apa ya? Kok bisa? Duh harus gimana… gimana… gimana. Iya bisaaa! Tetapi emang harus ngeluarin dana, waktu, tenaga, pikiran buat bisa nguasainnya. Toh, peneliti nemuin teori baru gak semudah nyopot kancing baju kan?
            Dipertengahan semester mahasiswa bakal ngerasain dinas di rumah sakit. Tanyain aja satu-satu mahasiswa gimana senangnya bisa nginfus pertama kalinya? Pasti dijawab kayak abis dapat mutiara dari badan kerang. Semakin berjalan waktu yang sulit itu akan terbiasa. Semakin kamu merenungi pilihan sebagai perawat sebesar itu pula rasa syukur bisa berdiri berbeda dalam profesi yang kamu pilih. Gimana Nurse??? J



"Hidup dalam lekukan pakaian putih di bawah cap cerlang. Melayani penuh kasih dengan senyum menenangkan. Setahap demi setahap ketika  tersadari itu, akan selalu ada sukacita disaat berkutat dalam ruangan putih. Ketika sang surya terlelap dan tak berpijar lagi dalam tutupan awan, aku, kamu, dan dia masih akan terus bercahaya di antara kesakitan mereka, membagi kehangatan sebagai pengganti surya dengan tugas yang sama. Berpijar untuk derita gelap mereka" -  Buku Antologi Perawat : Karya Diah Indri, Taharuddin dkk




Monday, April 18, 2016

Tiga Bulan Menuju S.Kep Ns

Rasanya lama sekali saya tidak menulis lagi. Tidak ada karya cerpen yang terpublikasi, penantian hasil lomba, ketidakjelasan jawaban naskah novel :D ,,, tampaknya sudah lama melangkah jauh dari lingkungan itu. Inilah alasan kenapa tiba-tiba terciptalah post ini.

Ah,,, sudah lupa saya bagaimana euphorianya melakukan sesuatu yang disukai. Jangka waktu satu tahun kuliah profesi (sebut saja Ners) merubah kebiasaan setiap pribadi. Dari awalnya aktif pelayanan akhirnya menurun. Dari awalnya bermimpi menulis novel dan akhirnya naskahnya ke gantung. Huffft... Orang bilang nikmatilah hidup tetapi benarkah kita sedang menikmati sesuatu yang sebenarnya tidak diinginkan? Disinikah makna sesungguhnya dari mensyukuri? Atau hal ini tentang pilihan hidup yang memilih menuruti dunia atau mencoba merobohkan tembok untuk melihat dunia yang sesungguhnya.

Jalan tujuh bulan ini banyak pengalaman yang saya rasakan mewujudkan resolusi yang saya buat empat bulan lalu. KGSP 2016, ngelive badminton di Gor Sudiang atau mungkin di Istora, pertahanin prestasi akademik, dan punya novel solo. Semuanya sedang on the way,,, (katakan saja seperti itu keadaannya sekarang. Tetapi satu dari itu semua harus saya perjuangkan lagi tahun depan. Saya tahu sesuatu terjadi atas seizin Tuhan. Pada waktu Tuhan yang indah dan tepat. Ia tahun kapan saya siap dan perlukah saya menerimanya. Saya sedang memperjuangkannya, sebab menang dari perasaan kegagalan adalah kekuatan yang menghibur saya. Saya yakin mimpi yang dijalani suatu saat akan terwujud. Motto "Every big dreams need big sacrifice" harus mengerti tentang air mata.

Tiga bulan jika Tuhan menghendaki gelar itu akan memanjangkan namaku. Dari semua tahap hidup yang telah saya lewati ini memang terberat. Semua tantangan kehidupan dan topeng manusia seolah terbuka lebbar di mataku. Semoga hal itu membawa pendewasaan untuk saya.

Saya rasa cukup sesi curhatan tulisan ini. Dua jam lagi menuju dinas malam untuk keperawatan kritis. So... sampai jumpa ditulisan berikutnya

Wednesday, March 5, 2014

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Syok Anafilaktik



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Perkembangan yang pesat dalam penemuan, penelitian dan produksi obat untuk diagnosis, pengobatan dan pencegahan telah menimbulkan reaksi obat yang tidak dikehendaki yang disebut sebagai efek samping.
Reaksi tersebut tidak saja menimbulkan persoalan baru disamping penyakit dasarnya, tetapi kadang-kadang dapat menimbulkan maut juga. Hipokalemi, intoksikasi digitalis, keracunan aminofilin dan reaksi anafilaktik merupakan contoh-contoh efek samping yang potensial bebahaya. Gatal-gatal karena alergi obat, mengantuk karena pemakaian antihistamin merupakan contoh lain reaksi efek samping yang ringan. Diperkirakan efek samping terjadi pada 6 sampai 15% pasien yang dirawat di rumah sakit, sedangkan alergi obat berkisar antara 6-10% dari efek samping. 40-60% disebabkan oeh gigitaan serangga, 20-40% disebabkan oleh zat kontrasradiografi, 10-20% disebabkan oleh penicillin.
Syok anafilaktik merupakan bentuk terberat dari reaksi obat. Anafilaktis memang jarang dijumpai, tetapi paling tidak dilaporkan lebih dari 500 kematian terjadi setiap tahunnya karena antibiotik golongan beta laktam, khususnya penisilin. Penisilin merupakan reaksi yang fatal pada 0,002 % pemakaian. Selanjutnya penyebab reaksi anafilaktoik yang tersering adalah pemekaian media kontras untuk pemeriksaan radiologi. Media kontraksi menyebabkan reaksi yang mengancam nyawa pada 0,1 % dan reaksi yang fatal terjadi antara 1 : 10.000 dan 1 : 50.000 prosedur intravena. Kasus kematian berkurang setelah dipakainya media kontras yang hipoosmolar.
     Kematian karena uji kulit dan imunoterapi juga pernah dilaporkan 6 kasus kematian karena uji kulit dan 24 kasus imunoterapi terjadi selama tahun 1959 – 1984. Penelitian lain melaporkan 17 kematian karena imunoterapi selama periode 1985-1989.
Anafilaktif memang jarang terjadi, tetapi bila terjadi umumnya tiba-tiba, tidak terduga, dan potensial berbahaya. Oleh karena itu kewaspadaan dan kesiapan menghadapai keadaan tersebut sangat diperlukan. Berangkat dari insiden tersebut, penulis merasa tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang syok anafilaktik dengan tujuan agar mahasiswa pun pembaca mengetahui tentang konsep teori dari anafilaksis dan menerapkan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien syok anafilaktik.

B.  Rumusan Masalah
Apa konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien penderita syok anafilaktik ?

C.  Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien panderita syok anafilaktik.

D.  Manfaat Penulisan
1.    Bagi masyarakat
Masyarakat dapat lebih mengetahui tindakan gawat darurat yang tepat diberikan pada pasien syok anafilaktik.
2.    Bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat yang tepat pada penderita syok anfilaktik.

















BAB II
TINJAUAN TEORI

A.  Konsep Teori
1.    Definisi
Syok anafilaktik adalah syok yang terjadi secara akut yang disebabkan oleh reasi alergi. (Prof.Dr. H. Tabrani Rab, Agenda Gawat Darurat (Critical Care), Hal.1033 ).
Shock is a multisystem disorder that involves inadequate tissue perfusion and altered metabolism. Anaphylactic shock is a potentially life-threatening situation. It is the result of an exaggerated or a hypersensitivity response to an antigen (or allergen).(Pamela L. Swearingen, Manual of Critical Care Nursing, Hal.624).
Syok anafilaksis adalah suatu keadaan yang dipicu oleh respon hipersensivitas generalisata yang diperantai oleh IgE menyebabkan vasodilatasi sistemik dan peningkatan permeabilitas vascular.(Robbins & Cotrain (Dasar Patologi Penyakit Edisi 7, hal 144).
Syok anafilaktik adalah suatu risiko pemberian obat, maupun melalui suntikan atau cara lain. ( Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid I, Hal. 622).

2.    Etiologi
Berbagai mekanisme terjadinya anafilaksis, baik melalui mekanisme IgE maupun melalui non-IgE . Tentu saja selain obat ada juga penyebab anafilaksis yang lain seperti makanan, kegiatan jasmani, serangan tawon, faktor fisis seperti udara yang panas, air yang dingin pada kolam renang dan bahkan sebagian anafilaksis penyebabnya tidak diketahui.
Mekanisme dan Obat Pencetus Anafilaksis
a.    Anafilaksis (melalui IgE)
1)    Antibiotik ( penisilin, sefalosporin)
2)    Ekstra alergen (bisa tawon, polen)
3)    Obat (glukokortikoid, thiopental, suksinilkolin)
4)    Protein manusia (insulin, vasopresin, serum)
b.    Anafilaktoid (tidak melalui IgE)
Zat pelepas histamin secara langsung :
1)    Obat (opiat, vankomisin, kurare)
2)    Cairan hipertonik (media radiokontrks, manitol)
3)    Obat lain (dekstran, flouresens)
4)    Aktivasi komplemen
5)    Protein manusia (imunoglobulin, dan produk darah lainnya)
6)    Bahan dialisis
7)    Modulasi metabolisme
8)    Asam asetilsalisilat
9)    Antiinflamasi nonsteroid

3.    Patofisiologi
Syok anafilaktik terjadi setelah pajanan antigen  terhadap sistem imun yang menghasilkan dreganulasi sel mast dan pelepasan mediator. Aktivasi sel mast dapat terjadi baik oleh jalur yang dimediasi imunoglobulin E (IgE) (anafilaktik) maupun yang tidak dimediasi IgE (anafilaktoid ). Pencetus syok anafilaktik meliputi gigitan atau sengatan serangga, obat-obatan dan makanan; anafilaksis dapat juga bersifat idiopatik. Mediator gadar meliputi histamine, leukotriene, triptase, dan prostaglandin. Bila dilepaskan, mediator menyebabkan peningkatan sekresi mucus, peningkatan tonus otot polos bronkus, edema saluran napas, penurunan tonus vascular, dan kebocoran kapiler. Konstelasi mekanisme tersebut menyebabkan gangguan pernapasan dan kolaps kardiovaskular. ( Michael I. Greenberg, Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan, Hal. 24)
Antigen masuk ke dalam tubuh dapat melalui bermacam cara yaitu kontak langsung melalui kulit, inhalasi, saluran cerna dan melalui tusukan / suntikan. Pada reaksi anafilaksis, kejadian masuknya antigen yang paling sering adalah melalui tusukan / suntikan.
Begitu memasuki tubuh, antigen akan diikat langsung oleh protein yang spesifik (seperti albumin). Hasil ikatan ini selanjutnya menempel pada dinding sel makrofag dan dengan segera akan merangsang membrane sel makrofag untuk melepaskan sel precursor pembentuk reagen antibody immunoglobulin E atau reagenic ( IgE) antibody forming precursor cell. Sel-sel precursor ini lalu mengadakan mitosis dan menghasilkan serta membebaskan antibody IgE yang spesifik. IgE yang terbebaskan ini akan diikat oleh reseptor spesifik yang berada pada dinding sel mast dan basofil membentuk reseptor baru yaitu F ab. Reseptor F ab ini berperan sebagai pengenal dan pengikat antigen yang sama. Proses yang berlangsung sampai di sini disebut proses sensitisasi.
Pada suatu saat dimana tubuh kemasukan lagi antigen yang sama, maka antigen ini akan segera sikenali oleh reseptor F ab yang telah terbentuk dan diikat membentuk ikatan IgE – Ag. Adanya ikatan ini menyebabkan dinding sel mast dan basofil mengalami degranulasi dan melepaskan mediator-mediator endogen seperti histamine, kinin, serotonin, Platelet Activating Factor (PAF). Mediator-mediator ini selanjutnya menuju dan mempengaruhi sel-sel target yaitu sel otot polos. Proses merupakan reaksi hipersensitivitas.
Pelepasan endogen tersebut bila berlangsung cepat disebut fase akut dan karena dapat dilepaskan dalam jumlah yang besar, maka biasanya tidak dapat diatasi dengan hanya memberikan antihistamin.
Pada saat fase akut ini berlangsung, pada membran sel mast dan basofil terjadi pula proses yang lain. Fosfolipid yang terdapat di membrane sel mast dan basofil oleh pengaruh enzim fosfolipase berubah menjadi asam arakidonat dan kemudian akan menjadi prostaglandin, tromboksan dan leukotrien / SRSA ( Slow Reacting Substance of Anaphylaxis) yang juga merupakan mediator-mediator endogen anafilaksis. Karena proses terbentuknya mediator yang terakhir ini lebih lambat, maka disebut dengan fase lambat anafilaksis.
Melalui mekanisme yang berbeda, bahan yang masuk ke dalam tubuh dapat lasung mengaktivasi permukaan reseptor sel plasma dan menyebabkan pembebasan histamine oleh sel mast dan basofil tanpa melalui pembentukan IgE dan reaksi ikatan IgE-Ag. Proses ini disebut reaksi anafilaktoid, yang memberikan gejala dan tanda serta akibat yang sama seperti reaksi anafilaksis. Beberapa sistem yang dapat mengaktivasi komplemen yaitu, obat-obatan, aktivasi kinin, pelepasan histamine secara langsung, narkotika, obat pelemas otot : d-tubokurarin, atrakurium, antibiotika : vankomisin, polimiksin B.
Pada reaksi anafilaksis, histamine dan mediator lainnya yang terbebaskan akan mempengaruhi sel target yaitu sel otot polos dan sel lainnya. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa:
a.    Terjadinya vasodilatasi sehingga terjadi hipovolemi yang relative.
b.    Terjadinya kontraksi dari otot-otot polos seperti spasme bronkus mengakibatkan sesak nafas, kontraksi vesika urinaria menyebabkan inkontinensia uri, kontraksi usus menyebabkan diare.
c.    Terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan edema karena pergeseran cairan dari intravaskuler ke interstisial dan menyebabkan hipovolemi intravaskuler dan syok. Edema yang dapat terjadi terutama di kulit, bronkus, epiglottis dan laring.
d.    Pada jantung dapat terjadi spasme arteri koronaria dan depresi miokardium.
e.    Terjadinya spasme arteri koronaria dan depresi miokardium yang bila sangat hebat dapat menyebabkan henti jantung mendadak.
Leukotrin (SRSA) dan tromboksan yang terbebaskan pada fase lambat dapat menyebabkan bronkokonstriksi yang lebih kuat dibandingkan dengan yang disebabkan oleh histamine. Prostaglandin selain dapat menyebabkan bronkokonstriksi juga dapat meningkatkan pelepasan histamine. Peningkatan pelepasan histamine ini dapat pula disebabkan oleh PAF.

4.    Manifestasi klinis
Gejala dan tanda anafilaksis berdasarkan organ sasaran:
a.    Umum :       Lesu, lemah, rasa tak enak yang sukar dilukiskan
Prodormal : rasa tak enak di dada, dan perut, rasa gatal di hidung dan Palatum.
b.    Pernapasan :
1)    Hidung : hidung gatal, bersin, dan tersumbat
2)    Laring : rasa tercekik, suara serak, sesak napas, stridor, edema.
3)    Lidah : edema
4)    Bronkus : batuk, sesak, mengi, spasme.
c.    Kardiovaskuler :  pingsan, sinkop, palpitasi, takikardia, hipotensi sampai syok, aritmia. Kelainan EKG : gelombang T datar,          terbalik, atau tanda-tanda infark miokard
d.    Gastrointestinal :  disfagia, mual, muntah, kolik,diare yang kadang-kadang disertai darah, peristaltik usus meninggi.
e.    Kulit  :  urtika, angiodema di bibir, muka, atau ekstermitas.
f.     Mata :  gatal, lakrimasi
g.    Susunan saraf  pusat :   gelisah, kejang

5.    Pemeriksaan diagnosis
Untuk mengetahui babarapa penyebab terjadinya syok anafilatik, maka dilakukan beberapa tes untuk mengidentifikasi alergennya :
a.    Skin tes
Skin tes merupakan cara yang banyak digunakan, untuk mengevaluasi sensitivitas alerginya. Keterbatasan skin tes adalah adanya hasil positif palsu dan adanya reexposure dengan agen yang akan mengakibatkan efek samping serius yang akan datang, oleh karena itu pemberiannya diencerkan 1 : 1.000 sampai 1 : 1.000.000 dari dosis initial.
b.    Kadar komplemen dan antibody
Meskipun kadar komplemen tidak berubah dan Ig E menurun setelah reaksi anafilaktik, keadaan ini tidak berkaitan dengan reaksi imunologi. Pada tes ini penderita diberikan obat yang dicurigai secara intra vena, kemudian diamati kadar Ig E nya, akan tetapi cara ini dapat mengancam kehidupan.
c.    Pelepasan histamin oleh lekosit in vitro
Histamin dilepaskan bila lekosit yang diselimuti Ig E terpapar oleh antigen imunospesifik. Pelepasan histamin tergantung dari derajat spesifitas sel yang disensitisasi oleh antibodi Ig E. akan tetapi ada beberapa agent yang dapat menimbulkan reaksi langsung ( non imunologik ) pada pelepasan histamin.
d.    Radio allergo sorbent test ( RAST )
Antigen spesifik antibodi Ig E dapat diukur dengan menggunakan RAST. Pada RAST, suatu kompleks pada sebuah antigen berikatan dengan matriks yang tidak larut diinkubasi dengan serum penderita. Jumlah imunospesifik antibodi Ig E ditentukan dengan inkubasi pada kompleks dan serum dengan ikatan radioaktif 125-labelled anti-Ig E. ikatan radioaktif ini mencerminkan antigen-spesifik antibodi.
e.    Hitung eosinofil darah tepi, menunjukan adanya alergi dengan peningkatan jumlah .

6.    Penatalaksanaan
Tanpa memandang beratnya gejala anafilaksis, sekali diagnosis sudah ditegakkan pemberian epinefrin tidak boleh ditunda-tunda. Hal ini karena cepatnya mulai penyakit dan lamanya gejala anafilaksis berhubungan erat dengan kematian. Dengan demikian sangat masuk akal bila epinefrin 1 :1000 yang diberikan adalah 0,01 ml/kgBB sampai mencapai maksimal 0,3 ml subkutan (SK) dan dapat diberikan setiap 15-20 menit sampai 3-4 kali seandainya gejala penyakit bertambah buruk atau dari awalnya kondisi penyakitnya sudah berat, suntikan dapat diberikan secara intramuskular (IM) dan bahkan kadang-kadang dosis epinefrin dapat dinaikan sampai 0,5 ml sepanjang pasien tidak mengidap kanaikan jantung.
Bila pencetusnya adalah alergen seperti pada suntikan imunoterapi, penisilin, atau sengatan serangga, segera diberikan suntikan inflitrasi epinefrin 1 : 1000 0,1 – 0,3 ml di bekas tempat suntikan untuk mengurangi absorbsi alergen tadi. Bila mungkin dipasang torniket proksimal dari tempat suntikan dan kendurkan setiap 10 menit. Torniket tersebut dapat dilepas bila keadaan sudah terkendali. Selanjutnya dua hal penting yang harus segera di perhatikan dalam memberikan terapi pada pasien anafilaksis yaitu mengusahakan :
a.    Sistem pernapasan yang lancar, sehingga oksigenasi berjalan dengan baik.
b.    Sistem kardiovaskuler yang juga harus berfungsi baik sehingga perfusi jaringan memadai.
Meskipun prioritas pengobatan ditujukan kepada sistem pernapasan dan kardiovaskular, tidak berarti pada organ lain tidak perlu diperhatikan atau diobati. Prioritas ini berdasarkan kenyataan bahwa kematian pada anafilaksis terutama disebabkan oleh tersumbatnya saluran napas atau syok anafilaksis.
a.    Sistem pernapasan
1)    Memelihara saluran napas yang memadai. Penyebab tersering kematian pada anafilaksis adalah tersumbatnya saluran napas baik karena edema laring atau spasme bronkus. Pada kebanyakan kasus, suntikan epinefrin sudah memadai untuk mengatasi keadaan tersebut. Tetapi pada edema laring kadang-kadang diperlukan tindakan trakeostomi. Tindakan intubasi trakea pada pasien dengan edema larings tidak saja sulit tetapi juga sering menambah beratnya obstruksi. Karena pipa endotrakeal sering mengiritasi larings. Bila saluran napas tertutup sama sekali hanya tersedia waktu 3 menit untuk bertindak. Karena trakeostomi hanya dikerjakan oleh dokter ahli atau yang berpengalaman maka tindakan yamg dapat dilakukan dengan segera adalah  melakukan punksi membran krikotiroid dengan jarum besar. Kemudian pasien segera dirujuk ke rumah sakit.
2)    Pemberian oksigen 4-6 l/menit sangat penting baik pada gangguan pernapasan maupun pada kardiovaskular.
3)    Bronkodilator diperlukan bila terjadi obsruksi saluran napas bagian bawah seperti pada gejala asma atatu status asmatikus. Dalam hal ini dapat  diberikan larutan salbutamol atau agonis beta-2 lainnya 0,25 cc- 0,5 cc dalam 2-4 ml NaCl 0,9% diberikan melalui nebulisasi atau aminofilin 5-6 mg / kgBB yang diencerkan dalam 20 cc deksrosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan perlahan-lahan sekitar 15 menit.
b.    Sistem Kardiovaskular
1)    Gejala hipotensi atau syok yang tidak berhasi dengan pemberian epinefrin menandakan bahwa telah terjadi kekurangan cairan intravaskular. Pasien ini membutuhkan cairan intravena secara cepat baik dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9 %) atau koloid (plasma, dextran). Dianjurkan untuk memberikan cairan koloid 0,5-1 L dan sisanya dalam bentuk cairan kristaloid. Cairan koloid ini tidak saja mengganti cairan intravaskular yang merembes ke luar pembuluh darah atau yang terkumpul di jaringan splangnikus, tetapi juga dapat menarik cairan ekstravaskular untuk kembali ke intravaskular.
2)    Oksigen mutlak harus diberikan disamping pemantauan sistem kardiovaskular dan pemberian natrium bikarbonat bila terjadi asidosis metabolik.
3)    Kadang-kadang diperlukan CVP (central venous presure). Pemasangan CVP ini selain untuk memantau kebutuhan cairan dan menghindari kelebihan pemberian cairan, juga dapat dipakai untuk pemberian obat yang  bila bocor dapat merangsang jaringan sekitarnya.
4)    Bila tekanan darah masih belum teratasi dengan pemberian cairan, para ahli sependapat untuk memberikan vasopresor melalui cairan infus intravena. Dengan cara melarutkan 1 ml epinefrin 1:1000 dalam 250 ml dekstrosa ( konsentrasi 4 mg/ml) diberikan dengan infus 1 – 4 mg/menit atau 15-60 mikrodip/menit (dengan infus mikridip), bila diperlukan dosis dapat dinaikkan sampai maksimum 10 mg/ml.
Bila sarana pembuluh darah tidak tersedia, pada keadaann anafilaksis yang berat, American Heart Association, menganjurkan pemberian epinefrin secara endotrakeal dengan dosis 10 ml epinefrin 1:10.000 diberikan melalui jarum panjang atau kateter melalui pipa endotrakeal (dosis anak 5 ml epinefrin 1:10.000 ). Tindakan diatas kemudian diikuti pernapasan hiperventilasi untuk menjamin absorbsi obat yang cepat.
Pernah dilaporkan selain usah-usaha yang dilaporkan tadi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
a)    Pasien yang mendapatkan obat atau dalam pengobatan obat penyakit reseptor beta (beta blocker) gejalanya sering sukar diatasi dengan epinefrin atau bahkan menjadi lebih buruk karena stimulasi reseptor adrenergik alfa tidak terhambat. Dalam keadaan demikian inhalasi agonis beta-2 atau sulfas atropine akan memberikan manfaat disamping pemberian amiofilin dan kortikosteroid secara intravena.
b)    Antihistamin (AH) khususnya kombinasi AH1 dangan AH2 bekerja secara kinergistik terhadap reseptor yang ada di pembuluh darah. Tergantung beratnya penyakit, AH dapat diberikan oral atau parenteral. Pada keadaan anafilaksis berat antihistamin dapat diberikan IV. Untuk AH2 seperti simetidin (300 mg) atau ranitidin (150 mg) harus diencerkan dengan 20 ml NaCl 0,9% dan diberikan dalam waktu 5 menit. Bila pasien mendapatkan terapi teofilin pemakaian simetidin harus dihindari sebagai gantiya dipakai ranitidin.
c)    Kortikosteroid harus rutin diberikan baik pada pasien yang mengalami gangguan napas maupun gangguan kardiovaskular. Memang kortikosteroid tidak bermanfaat untuk reaksi anafilaksis akut, tetapi sangat bermanfaat untuk mencegah reaksi anafilaksis yang berat dan berlangsung lama. Jika pasien sadar bisa diberikan tablet prednisone  tetapi lebih disukai memberikan intravena dengan dosis 5mg/kgBB hidrokortison atau ekuivalennya. Kortikosteroid ini diberikan setiap 4-6 jam.(Aruh. W. Sudoyo, IPD, Hal.190-192)


7.    Komplikasi
Komplikasinya meliputi :
a.    Henti jantung (cardiac arrest) dan nafas.
b.    Bronkospasme persisten
c.    Oedema Larynx (dapat mengakibatkan kematian).
d.    Relaps jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
e.    Kerusakan otak permanen akibat syok.
f.     Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan
Kemungkinan rekurensi di masa mendatang dan kematian. (Michael I. Greenberg, Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan, Hal. 24).



B.  Konsep Keperawatan
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN SYOK ANAFILAKTIK
1.    Pengkajian
a.    Primary Survey
1)    Airway
a)    Pengkajian
Adanya rasa tercekik di daerah leher, suara serak sebab edema pada laring. Hidung terasa gatal, bersin hingga tersumbat. serta adanya batuk, dan bunyi mengi. Ditemukan edema pada lidah.
b)    Diagnosa
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d obstruksi pada jalan napas
c)    Intervensi
i. Kaji frekuensi kedalaman upaya bernapas..
R/ untuk mengetahui kemampuan ekspirasi inspirasi pasien.
ii. Buka jalan napas dengan headtill dan chinlift.
R/ Membantu pembukaan jalan napas
ii. Lakukan suction.
R/ untuk mengeluarkan faktor penyebab obstruksi.
iv. broncholitic, pemasangan entotracheal tube.
R/ untuk mengeluarkan secret

2)    Breathing
a)    Pengkajian
Pada pasien syok anafilaktik ditemukan adanya batuk dan sesak napas akibat spasme pada bronkus, bunyi stridor pada auskultasi paru.
b)    Diagnosa
Ketidakefektifan  pola napas b/d spasme otot bronkus.
c)    Intervensi
i.  Kaji frekuensi napas
     R/ untuk mengetahui kelainan pada saluran pernapasan.
ii. Berikan posisi semifowler
iii. Berikan tambahan oksigen atau ventilasi manual sesuai kebutuhan
R/ Untuk menurunkan hipoksia cerebral
iv. Pemberian bronkodilator
R/ Mengatasi bronkospasme.


3)    Circulation
d)    Pengkajian
Terjadi hipotensi sampai syok, aritmia. Kelainan EKG : gelombang T datar, terbalik, atau tanda-tanda infark miokard. Gelisah, pusing
e)    Diagnosa
Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b/d penurunan curah jantung dan vasodilatasi arteri
f)     Intervensi :
i. Kaji kulit pucat, dingin atau lembab,catat kekuatan nadi .
R/penurunan curah jantung di buktikan oleh penurunan   perfusi kulit dan penurunan nadi.
ii. Pertahankan kepatenan kardiovaskular. Berikan cairan IV.
R/ meningkatkan volume tekanan darah saat terjadi penurunan tahanan cardiovaskular .
iii.    Pemberian epinefrin
       R/ memengaruhi tekanan darah.
.
4)    Disability
a)    Pengkajian
           Pada pasien syok anafilaktik, akan mengalamai penurunan kesadaran. Diakibatkan transport oksigen ke otak yg tidak mencukupi ( menurunnya curah jantung –hipotensi) yang akhirnya darah akan sulit mencapai jaringan otak. Pasien dengan syok anafilaktik biasanya terjadi gelisah dan kejang.

5)    Exposure
Kaji kelainan kulit seperti urtikaria dibagian ekstremitas.

b.    Secondary Survey
1)    Catat adanya drainase dari mata dan hidung
2)    Inspeksi lidah dan mukosa oral
3)    Kaji mengenai mual muntah pada saluran GI
4)    Kaji peristaltik saluran GI
5)    Pemeriksaan diagnostic eosinofil.
6)    Pemeriksaan fisik






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Syok anafilaktik adalah syok yang terjadi secara akut yang disebabkan oleh reasi alergi yang diperantai oleh IgE menyebabkan vasodilatasi sistemik dan peningkatan permeabilitas vascular. Hal ini dapat disebabkan oleh reaksi obat, makanan, serta gigitan serangga. Penatalaksaan dari syok anafilaktik mengacu pemfokusan pada sistem pernapasan dan sistem kardiovaskuler. Reaksi ini menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah, spasme pada bronkus, edema pada laring,  dan mengenai hampir diseluruh sistem. Hal inilah yang menyebabkan syok anfilaktik masuk dalam tindakan kegawat daruratan yang harus cepat ditangani.
B.    Saran
Sebab gawat dan darurat adalah kondisi dimana perlu pertolongan secara cepat dan tepat, maka dari itu penulis mengharapkan melalui makalah ini akibat fatal dari reaksi hipersensivitas ini dapat menurun.



                                                   














                                                    Daftar Pustaka

Prof. Dr. H. Tabrani Rab. 2007. Agenda Gawat Darurat (critical Care) Jilid 3. Penerbit P.T. Alumni : Bandung.
Sudoyo. W Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I Edisi iv. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran. Jakarta.
Swearingen .PL. 1995. Manual of Critical Care Nursing. Mosby Year Book, Inc: St.Louis Missouri.
Greenberg. Micahael I dkk. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Jilid I. Penerbit Erlangga : Jakarta.